List

Thursday, June 7, 2007

Pengusaha Telur Puyuh hingga Kasur Lantai

Sudjono, dari Pengusaha Telur Puyuh hingga Kasur Lantai.

Pagi seusai subuh, Sudjono mulai beraktivitas; menata telur puyuh matang di keranjang. Satu per satu telur diletakkan dengan cukup hati-hati agar tidak retak. Telur tersebut akan dijual ke Pasar Baureno (Bojonegoro) dan Babat (Lamongan). Seusai menata telur puyuh, dia memeriksa tumpukan kasur lantai di gudang kecil yang diletakkan di depan rumahnya. Gudang kecil tersebut bekas bangunan rumahnya.

Sekitar pukul 07.00 WIB, para salesman kasur mulai berdatangan. Setelah itu, kasur lantai yang berada di gudang tersebut diangkuti ke beberapa mobil boks untuk dijual ke berbagai pelosok di Bojonegoro.
"Menjadi pengusaha harus kreatif dan tahan banting. Yang lebih penting, tidak boleh putus asa, dan berdoa," katanya.

Meski kini sudah menjadi pengusaha kasur yang cukup sukses, dia tetap menggeluti usaha telur puyuh yang menjadi usaha pertamanya.
Menurut dia, usaha kasur lantai mulai digelutinya pada 2003. Awalnya, dia menjual spring bed, namun dirasa tidak menguntungkan. Dia lantas beralih menekuni usaha produksi kasur lantai.
"Kasur lantai memang berasal dari Palembang (Sumetera Selatan, Red), tapi harganya cukup mahal, yakni Rp 400 ribu (per buah)," ujarnya.

Dia dan saudaranya, Muhammad Hafid, akhirnya membuat kasur lantai dengan segmen konsumen menengah ke bawah. Dia memproduksi sendiri kasur lantai tersebut, mulai dari membeli bahan baku, menjahit kain, hingga menjualnya. Hasilnya, penjualan kasur lantai terus meningkat. Kewalahan untuk memenuhi permintaan pasar, dia mulai membuka lowongan pekerjaan bagi para tetangganya untuk memproduksi dan menjual produk tersebut.

Para tetangga yang mau bekerja diberi garapan. Semua bahan baku dia yang menyediakan. Hasilnya, kasur lantai produk Sudjono kini dikerjakan secara masal oleh warga Desa Gunungsari, Kecamatan Baureno.
Hampir setiap warga, terutama para perempuan, di desa itu, kini mengisi kesehariannya dengan memproduksi kasur lantai. Bahkan, warga di desa lain di kecamatan itu, seperti Selorejo dan Tulungagung, juga ikut membuat kasur lantai.

"Jumlah pastinya saya tidak tahu. Mungkin sudah ribuan yang produksi kasur," katanya.
Upah pembuatan setiap kasur lantai itu Rp 3 ribu. Setiap hari, setiap orang mampu memproduksi sampai 10 kasur. Produksi kasur lantai bisa dikerjakan oleh warga di rumah, kapan saja, sehingga tidak mengganggu aktivitas yang lain, jika ada.
Selain dikerjakan di rumah masing-masing warga, Sudjono mempekerjakan 40 karyawan di gudangnya yang terletak sekitar 100 meter dari rumahnya.

Saat ini, bukan hanya kasur lantai yang dikerjakan oleh karyawannya, tapi juga kasur ranjang yang bahan bakunya dari kapas. Sedangkan upah pembuatan setiap kasur ranjang Rp 10 ribu. Rata-rata per hari, Sudjono mampu memproduksi 90 kasur ranjang. Kasur-kasur itu siap dipasarkan oleh ratusan salesman yang disebar ke berbagai daerah dengan menggunakan mobil.

Setiap mobil rata-rata membawa 100 kasur lantai dengan 10 salesman untuk keliling Bojonegoro. Salesman untuk luar Jawa juga dari Bojonegoro.
Kini, kasur lantai yang diproduksi oleh tangan-tangan terampil warga Gunungsari dan sekitarnya telah merambah hingga pelosok pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Seminggu sekali, dia harus mengirim puluhan ribu kasur ke berberbagai pulau tersebut.

"Kalau seluruh pulau Jawa, insya Allah kita telah jelajahi untuk menjual kasur," katanya.
Penjualan kasur lantai tersebut bukan dititipkan ke toko, tapi melalui salesman secara door to door.
(radar)

No comments: